Masakan Jawa Manis-Manis? ini sebabnya

Masakan Jawa Manis-Manis? ini sebabnya

OnWeekend – Seperti tradisi budaya di Indonesia yang mempunyai keberagaman, kuliner pun begitu. Setiap daerah di Indonesia memiliki cita rasa yang berbeda, bahkan perbedaannya bisa sangat jauh, ada yang begitu gandrung pada rasa pedas sebaliknya ada yang sangat doyan pada rasa manis. Yang belakangan sudah menjadi rahasia umum bahwa identik dengan masakan Jawa.

Ya, jika Sulawesi Utara terkenal dengan rasa pedasnya Jawa justru identik dengan rasa manis, hampir setiap masakannya mempunyai rasa manis.

Bukan Onweekend kalau tak bisa mengungkapkan sejarah dari sebuah cita rasa.

Kenapa rasa manis selalu mendominasi rasa makanan Jawa?

Pada tahun 1830, pemimpin Hindia Belanda, Gubernur Jendral Van den Bosch, melakukan tanak paksa yang diperuntukan untuk masyarakat Indonesia, tanam paksa atau Cultuurstelsel ini bertujuan untuk mengisi kas pemerintah setelah habis dikuras untuk mendanai perang melawan Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa (1825-1830).

Kebijakan Van den Bosch ini diberlakukan disetiap daerah di Jawa, namun masing-masing daerah diperintahkan menanam tumbuhan yang berbeda, misalnya Jawa Barat yang diperintahkan menanam teh dan kopi, sedangkan Jawa Tengah dan Jawa Timur menanam tebu.

Selama kebijakan itu terdapat 100 lebih pabrik gula yang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karena hampir semua petani menanam tebu maka stok beras pun menipis sehingga penduduk harus menggunakan air tebu untuk memasak.

Melimpahnya gula berakibat pada masakan yang dihasilkan, mula-mula dominasi gula ini berawal dari Keraton, ditambah dengan kegemaran HB VIII dalam hal kuliner. Dikutip dari Mingguan Tempo edisi Kuliner Nusantara, semasa HB VIII bertakhta itu banyak lahir resep-resep dalam Keraton.

Masakan Jawa juga terpengaruh oleh masakan Belanda, namun semua itu dimodifikasi menjadi “lebih jawa” dengan tambahan rasa manis. Dominannya gula dalam masakan jawa ini membuat HB VIII mempunyai penyakit gula.

Siapa yang menyangka kalau kebijakan untuk mengisi kas pemerintah justru akan mengubah cita rasa suatu daerah?