OnWeekend – Saya ingat bagaimana mata Eli sembab, hari sebelumnya ia tak masuk kantor, sebabnya adalah salah-satu kucing kesayangannya mati. Eli, karyawan salah-satu konsultan di Ibukota itu begitu mencintai kucing, baginya hewan rumahan itu tak bisa dipisahkan dari hidupnya. Jika ada waktu luang di kantor ia suka mengubek-ubek youtube untuk menonton video yang menampilkan aksi-aksi hewan kesayangannya.
Persis seperti Eli, Yuli, mahasiswi kedokteran di Universitas Sam Ratulangi Manado ini juga menggilai kucing. Baru-baru ini ia mengadopsi seekor anak kucing yang baru lahir. Semenjak itu keseharian Yuli diisi dengan merawat si kucing tersebut, memandikan, memberi makan, serta bermain dengannya. Bahkan tidur pun kadang bareng.
Memiliki peliharaan berupa kucing sudah barang tentu bisa menjadi teman bermain. Sudah menjadi hal lazim jika pemilik kucing didapati sedang mengobrol dengan hewan peliharaannya itu.
Kebiasaan mengobrol dengan hewan ternyata adalah suatu pertanda kecerdasan sosial. Namun terkadang kebiasaan tersebut dianggap aneh. Kita tentu pernah menyaksikan anak kecil yang kerap berbincang dengan sebuah objek, entah itu hewan atau benda.
Dilansir dari laman National Geographic, menjelaskan bagaimana hal itu dijelaskan dari cara pandang ilmiah. Menurut Dr Nicholas Epley, profesor ilmu perilaku dan pakar antropomorphisme dari University of Chicago memaparkan bahwa kebiasaan berbincang dengan hewan atau benda adalah penyebab dari kemampuan manusia dalam mengenali dan menemukan wajah manusia di manapun.
“Secara sejarah, antropomorphisme diperlakukan sebagai tanda kekanakan atau kebodohan. Sebenarnya ini adalah produk sampingan alami dari kecenderungan yang membuat manusia secara unik cerdas di bumi ini. Spesies lain tak memiliki kecenderungan ini.” ujar Prof Nicholas.
Menurutnya, secara tak sadar kita seringkali mengindentikkan suatu objek dengan wajah manusia, mengasosiasikan sebuah objek dengan hal-hal yang kita suka. Selain itu kita juga kerap memberikan nama-nama kepada objek tersebut.
Insting yang mengasosiasikan sebuah objek dengan wajah manusia ini misalnya terjadi ketika kita melihat sebuah objek yang memiliki kemiripan dengan wajah manusia, contohnya dengan mengidentikan mata seperti melihat colokan. Hal ini disebut Pareidolia.
“Sebagai makhluk bumi paling sosial, kita sangat sensitif terhadap mata karena mata adalah jendela ke jiwa seseorang,” jelas Epley.
Selain itu sebuah penelitian dari University of Minnesota mengatakan bahwa mereka yang tidak memelihara kucing lebih berisiko terkena penyakit jantung dibanding dengan mereka yang memelihara kucing.
Memelihara hewan juga membantu mengurangi tingkat stres, sebagaimana kita tahu bahwa di era yang dikepung oleh kehidupan maya ini tingkat stress mengancam masyarakat, para peneliti percaya bahwa memelihara hewan bisa meredam hal tersebut. Juga bagaimana mengobrol dengan hewan mampu menjadi obat tentang ‘gagap sosial’ karena terpaan komunikasi via maya.
Sebab itulah kita manusia mampu menjadikan hewan sebagai teman bermain. Tak heran jika orang-orang seperti Eli dan Yuli bahkan bisa menjadikan kucing tak ubahnya sebagai anak.